PEMIKIRAN FILSUF-FILSUF MUSLIM TENTANG JIWA-TUBUH

Disusun Oleh:
Huria Dara
Fatimah
NIM.
16710049
Dosen
Pengampu:
Dr.
Erika Setyanti Kusumaputri, S.Psi., M.Si
PROGRAM STUDI
PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU
SOSIAL DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
1.
Para
ahli ilmu jiwa Muslim di masa lampau telah menginterpretasikan “ilham” dengan
interpretasi yang seiring dengan konsepsi agama mengenainya dan dengan apa yang
terkandung dalam Al-Qur’an. Seperti Ibnu Sina yang menginterpretasikan wahyu
atau ilham yang terjadi pada sebagian orang, baik dalam keadaan terjaga ataupun
tidak dalam bentuk mimpi, bahwa ia timbul dari kontak antara jiwa dengan malakut
atau malaikat dan ia menerima wahyu atau ilham darinya. (al-Qur’an dan Ilmu
Jiwa hal. 221).
2.
Ibnu
Qayyim al-Jauziyah menganalisis hadits-hadits Rasulullah SAW yang memuat
doa-doa penghilang kesusahan, kecemasan dan kesedihan. Dari hadits-hadits
tersebut Ibnu Qayyim menyimpulkan beberapa obat ruhaniah yang terkandung di
dalamnya. Ia menyebutkan obat-obat tersebut sebagai berikut.
1.
Tauhid
rububiyah.
2.
Tauhid
uluhiyah.
3.
Tauhid
al-ilmi al-I’tiqadi.
4.
Mensucikan
Allah Ta’ala bahwasanya Dia tidak menzalimi hamba-Nya. atau menindaknya tanpa
alas an yang semestinya.
5.
Pengakuan
hamba akan kezaliman dirinya.
6.
Bertawasul
kepada Allah Ta’ala dengan hal-hal paling disukainya, yaitu nama-nama dan
sifat-sifat-Nya, dan yang paling mencerminkan makna semua nama dan sifat itu
adalah al-Hayyul Qayyum (Yang Maha Hidup lagi Maha Mengurus
[makhluk-Nya]).
7.
Memohon
pertolongan kepada Allah semata.
8.
Pengakuan
hamba dalam bentuk harap kepada Allah semata.
9.
Bertawakal
kepada Allah, menggantungkan diri kepada-Nya, serta mengakui bahwa ubun-ubunnya
ada dalam genggaman-Nya yang bisa Dia bolak balik sesuka-Nya, keputusan-Nya
berlaku pada-Nya, dan ketentuan-Nya bersifat adil kepadanya.
10.
Hatinya
bersuka cita di dalam taman Al-Qur’an, menjadikan al-Qur’an di hatinya bagai
musim semi bagi hewan, menjadikan al-Qur’an sebagai pelita di kegelapan syubhat
dan syahwat, menghibur diri dengan al-Qur’an dari segala yang luput, menhibur
diri dengan al-Qur’an dari segala musibah, serta berobat dengan al-Qur’an dari
berbagai penyakit hati sehingga, dengan begitu, al-Qur’an menjadi penghilang
kesedihannya dan penyembuh dari kecemasan dan kegundahannya.
11.
Beristigfar.
12.
Bertaubat.
13.
Tidak
merasa memiliki daya dan kekuatan, dan menyerahkan kedua hal itu kepada Dzat
yang menguasai keduanya. (Hadits dan Ilmu Jiwa hal. 361-362).
3.
Pemikiran
Imam Ghazali tentang upaya melatih jiwa, membina akhlak, dan menyembuhkan bermacam
penyakit hati. Imam Ghazali memberi nasihat bahwa metode paling ideal untuk
mengendalikan akhlak tercela dan penyakit-penyakit hati adalah dengan melakukan
perilaku yang berlawanan dengan perilaku yang ingin ditinggalkan itu. (Hadits
dan Ilmu Jiwa hal. 196)
4.
Dengan
jelas kita juga dapat menemukan pengaruh al-Qur’an dan hadits terhadap tafsir
mimpi dalam pemikiran para filosof dan pemikir Muslim semisal al-Farabi dan
Ibnu Sina. Mereka menafsirkn mimpi yang benar terjadi akibat hubungan jiwa
manusia dengan al-mala’ul a’la (akal efektif menurut mereka) serta
penerimaan wahyu dan ilham daripadanya. (Hadits dan Ilmu Jiwa hal. 228).
5.
Ibnu Taimiyah mengemukakan “Al-Qur’an adalah
obat untuk setiap penyakit yang ada di dalam dada serta bagi orang-orang yang
did alam hatinya terdapat penyakit ragu dan syahwat. Al-Qur’an mengandung
bermacam penjelasan yang bisa memilah
yang hak dari yang batil. Al-Qur’an bisa menghilangkan penyakit syubhat yang
bisa merusak ilmu, pikiran, dan persepsi sehingga ia akan melihat segala
sesuatu sebagaimana adanya. Dalam al-Qur’an terkandung hikmah, nasihat yang
baik berupa targhib dan tarhib, serta kisah-kisah yang mengandung
ibrah yang dapat menjernihkan hati sehingga hati pun menyukai hal-hal
yang memberinya manfaat dan tidak menyukai
hal-hal yang memberinya mudarat. Dengan demikian, hati akan tetap mencintai
kebenaran dan membenci kesesatan, padahal sebelumnya ia menginginkan kesesatan
dan membenci kebenaran. Jadi, al-Qur’an adalah penghilang aneka penyakit yang
menjadi penyebab rusaknya keinginan, sehingga hati dan keinginan pun kembali
baik. Hati kembali lagi ke fithrah penciptaanya sebagaimana kembalinya tubuh ke
kondisi alaminya. Hati mendapatkan nutrisi dari keimanan dan al-Qur’an yang
pada gilirannya akan membuat hati bening dan teguh. Hal ini sama dengan tubuh
mendapatkan nutrisi yang menjadikannya berkembang dan kuat. Perkembangan (zakatun)
hati tak ubahnya perkembangan tubuh itu. (Hadits dan Ilmu Jiwa hal. 354).
6.
Menurut
Al-Kindi, jiwa memiliki arti sempurna dan mulia. Substansi ruh berasal dari
substansi Tuhan. Hubungan ruh dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan
matahari. Selain itu jiwa bersifat spiritual, ilahiah, terpisah dan berda dari
tubuh. Sedangkan jisim mempunyai sifat hawa nafsu dan pemarah. Antara jiwa dan
jisim kendatipun berbeda tetap saling berhubungan dan dan saling member
bimbingan.
Komentar
Posting Komentar